Tugas Rangkuman Bacaan 1 Mata Kuliah Media Pembelajaran

Nama                : Muhammad Rafli Aditya
NRM                : 1303619003
Mata Kuliah    : Media Pembelajaran

Halo semuanya, perkenalkan nama saya Rafli. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di S1 Pendidikan Kimia UNJ dan sedang berada di semsester 4. Singkat cerita, saya dapat tugas dari dosen mata kuliah Media Pembelajaran untuk membuat Blog yang nantinya akan digunakan sebagai Media Pembelajaran, jadi saya harap kalian akan suka dengan tulisan-tulisan saya dan bersedia membacanya, selamat membaca.

Keterampilan Yang Dibutuhkan Dalam Kultur Media Baru

Ashley Richardson merupakan seorang siswa SMP saat ia mencalonkan dirinya sebagai presiden Alphaville. Ia ingin mengontrol pemerintahan dan membuat kebijakan yang berpengaruh bagi ratusan orang.

Heather Lawver berusia 14 tahun saat ia mempunyai keinginan meningkatkan minat baca dan tulis para remaja. Projeknya diintegrasikan kedalam kurikulum. Ia juga membuat website yang berisi koran sekolah Hogwarts (Harry Potter).

Blake Ross berusia 14 tahun saat ia dipekerjakan untuk magang musim panas di Netscape. Pada saat itu, dia telah mengembangkan keterampilan pemrograman komputer dan menerbitkan situs webnya sendiri. Ia berhasil menciptakan Firefox Web Browser dengan bantuan ribuan partisipan dan volunteer dari berbagai negara.

Josh Meeter akan lulus dari SMP ketia ia menyelesaikan animasi tanah liat yang kemudian diedarkan secara luas melalui web. Dengan membangun jaringan, ia dapat meyakinkan Stephen Spielberg untuk menonton film tersebut, dan film tersebut kemudian ditampilkan di situs web Dreamworks Spielberg. Meeter sekarang mulai mengerjakan film fitur pertamanya.

Ashley, Heather, Blake, dan Josh adalah 4 orang hebat yang pada usia muda sudah bisa membawa pengaruh untuk banyak orang. Pengaruh tersebut terbantu oleh adanya media tempat mereka menaruh ide, pikiran dan karya yang luar biasa.

Kisah keempat orang tersebut merupakan bukti bahwa remaja bisa melakukan kreasi sesuai apa yang mereka minati jika diberikan tempat atau wadah bagi mereka untuk mengembangkannya dan menghasilkan Output yang luar biasa.

Pada dasarnya remaja merupakan masa-masa dimana rasa keingintahuan lebih besar dibanding rasa takut akan kegagalan. Mereka cenderung ingin tahu dan pada akhirnya mencari tahu sendiri atas pertanyaan yang mereka miliki.

Menurut studi yang dilakukan oleh Pew Internet and American Life Project lebih dari setengah dari remaja Amerika dan 57 persen dari remaja yang menggunakan internet dapat dianggap sebagai kreator media dimana yang dianggap sebagai kreator medai adalah seorang yang membuat blog atau situs web, mengunggah hasil seni original, fotografi dll.

 

 

 

Mengaktifkan Partisipasi

Budaya Partisipatif

“Budaya partisipatif menggeser fokus literasi dari ekspresi individu menjadi keterlibatan komunitas”

Tidak setiap anggota harus berkontribusi, tetapi semua harus percaya bahwa mereka bebas untuk berkontribusi kapan saja dan bahwa apa yang mereka kontribusikan akan dihargai dengan pantas. Dalam dunia partisipatif, banyak yang akan mencoba, menggali lebih dalam, dan beberapa menguasai keterampilan yang paling dihargai dalam komunitas. Komunitas sendiri berperan sebagai pemberi insentif yang kuat untuk ekspresi kreatif dan partisipasi aktif.

Banyak anak muda telah menjadi bagian dari proses partisipatif melalui:

·         Afiliasi, yaitu menjadi anggota dalam komunitas online dalam berbagai bentuk media

·         Ekspresi, yaitu menghasilkan kreasi baru

·         Pemecahan Masalah Kolaboratif, yaitu bekerja sama dalam tim untuk menyelesaiakn tugas dan mengembangkan pengetahuan baru

·         Sirkulasi, yaitu membentuk aliran media

Berbagai kegiatan diatas akan mempengaruhi keterampilan kaum muda dimana keterampilan tersebut akan sangat berguna di era digital seperti ini dan saat keterampilan dilibatkan dalam penggunaan teknologi maka akan menghasilkan suatu karya yang dapat dibanggakan.

Ruang Afinitas

Banyak yang berargumen bahwa budaya partisipatif ini menghadirkan lingkungan belajar yang ideal. Menurut Gee (2004) budaya belajar informal sebagai ruang afinitas. Gee berpendapat tentang mengapa orang lebih berpartisipasi dalam budaya popular karena orang dapat berpartisipasi dengan berbagai cara tergantung minat dan keterampilan mereka tanpa memandang usia, ras, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan serta memungkinkan setiap peserta mendapat pengetahuan baru dan memaksimalkan keterampilan yang ada.

Ruang Afinitas yang selanjutnya akan disebut sebagai Ruang ketertarikan adalah lokasi di mana sekelompok orang ditarik bersama karena minat bersama, yang kuat atau keterlibatan dalam kegiatan bersama.

Studi Pew menyatakan bahwa anak muda yang membuat dan mengedarkan media mereka sendiri lebih cenderung menghormati hak kekayaan intelektual orang lain. Buckingham (2000) berargumen kalau remaja kurang minat terhadap berita dan politik. Namun budaya partisipatif memberikan kesempatan untuk remaja terlibat dalam debat sipil, komunitas hidup, menjadi pemimpin politik, walau hanya melalui gim.

Anak-anak zaman sekarang belajar melalui keterampilan yang akan mereka terapkan pada tugas yang lebih serius nanti tentunya dengan tantangan dengan skala yang lebih kompleks.

Anak muda yang menghabiskan banyak waktu bermain dalam lingkungan media baru akan merasa lebih nyaman berinteraksi satu sama lain melalui saluran elektronik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Beck dan Wade (2004) tentang cara pengalaman bermain gim awal mempengaruhi kebiasaan kerja dan aktivitas profesional.

Tetapi laporan terbaru dari Kaiser Family Foundation (2005a, b) yang mengeluhkan jumlah waktu yang dihabiskan anak muda di “media layar” sangat kontras dengan nilai partisipasi dalam budaya media baru. Hal ini menyebabkan kurangnya interaksi dengan lingkungan luar, mempengaruhi kesehatan dan menjadikan sulitnya orang tua mengawasi informasi apa yang dapat diakses oleh anaknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar